LANDASAN YURIDIS
TUGAS INDIVIDU
LANDASAN YURIDIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Inklusi
Dosen :
Dewi Ekasari K, M.Pd
Penyusun:
KAHARIAH (1610127720036)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
KHUSUS
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang berjudul SejarahPerkembanganPendidikanInklusif” dengan baik. Shalawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW kepada
keluarganya, sahabatnya dan kepada kita semua selaku umat-Nya.
Pendidikan inklusif adalah suatu bentuk saran pendidikan
yang didalam nya da proses pembelajaran campuran antara anak yang normal dan anak yang
berkebutuhan khusus.Sesuai dengan landasan Yuridis pendidikan inklusif diharapkan menjadi alat dalam
membengun solidaritas antara anak berkebutuhan khusus(ABK)dengan temen teman
sebayanya dan akhirnya dengan masyarakat pada umumnya.Pada dasarnya mereka
mwemiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan seperti
anak yang normal.
Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapakan kritik dan saran yang bersifat konstruktiv dalam perbaikan
dikemudian hari.
Kotabaru, 04 Oktober 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan inklusi ……………………………………………
B.
Landasan penyelenggaraan inklusi………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusi
1. Menurut Stainback (1990), sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sam
2. Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan , sedang dan berat secara
penuh di kelas regular.
3. Sapon- Shevin ( O Neil, 1995)
menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai system layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani disekolah-sekolah
terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.
4. Menurut Permendiknas No. 70 tahun
2009, pendidikan inklusi didefinisikan sebagai system penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Jadi,
pendidikan inklusi memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusu untuk
belajar bersama-sama dengan anak-anak normal (kelas regular).
B.
Landasan Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusi
1. Landasan
Filosofis
Ø Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti ’bhineka tunggal
ika’. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan
budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR).
Ø Pandangan Agama (khususnya Islam)
antara lain ditegaskan bahwa : (1) manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2)
kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi
taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri (4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi
(‘inklusif’).
Ø Pandangan universal Hak azasi
manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak
pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan.
2.
Landasan
Yuridis
Ø UUD 1945 (Amandemen) Ps. 31 : (1)
berbunyi ‘Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) ’Setiaap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya’.
Ø UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Ps. 48 ‘Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar
minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Ps. 49 ’Negara, Pemerintah,
Keluarga, dan Orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
anak untuk memperoleh pendidikan’.
Ø UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Ps. 5 ayat (1) ‘Setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2) : Warganegara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3) ‘Warga negara di daerah terpencil atau
terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus’. Ayat (4) ‘Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus’. Pasal 11 ayat (1) dan (2)
‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi’. ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun’. Pasal 12 ayat (1) ‘Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (1.b). Setiap peserta
didik berhak pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain
yang setara (1.e). Pasal 32 ayat (1 ) ‘Pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa’. Ayat (2) ‘Pendidikan layanan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.’ Dalam penjelasan Pasal 15
alinea terakhir dijelaskan bahwa ‘Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah’. Pasal 45
ayat (1) ‘Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan
kejiwaan peserta didik’.
Ø Peraturan Pemerintah No. 19 tahun
2005 tentang Estándar Nasional Pendidikan. Pasal 2 ayat (1) Lingkungan Stándar
Nasional Pendidikan meliputi stándar isi, stándar proses, stándar kompetensi
lulusan, stándar pendidik dan kependidikan, stándar sarana prasarana, stándar
pengelolaan, stándar pembiayaan, dan stándar penilaian pendidikan. Dalam PP No.
19/2005 tersebut juga dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas :
SDLB, SMPLB dan SMALB.
Ø Surat Edaran Dirjen Dikdasmen
Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan
Inklusif : menyeelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, dan SMK.
3.
Landasan Emp
1.
Deklarasi
Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights),
ü Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention
on the Rights of the Child).
ü Konferensi Dunia tentang Pendidikan
untuk Semua, 1990 (World Conference on Education for All).
ü Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993
tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization
of opportunities for persons with disabilities),
ü Pernyataan Salamanca tentang
Pendidikan Inklusi, 1994 (The Salamanca Statement on Inclusive Education),
ü Komitmen Dakar mengenai Pendidikan
untuk Semua, 2000 (The Dakar Commitment on Education for All), daN
ü Deklarasi Bandung (2004) dengan
komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusif”,
ü Rekomendasi Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang
inklusif dan ramah terhadap anak seyogyanya dipandang sebagai:
2. Sebuah pendekatan terhadap
peningkatankualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi
nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah benar-benar untuk semua;
3. Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh
pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat
tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan usia dini
anak, pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada
saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah
umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan eksklusi; dan
4. Sebuah
kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati
perbedaan individu semua warga negara.
Disamping itu juga menyepakati rekomendasi berikut ini untuk
lebih meningkatkan kualitas sistem pendidikan di Asia dan benua-benua lainnya:
1)
Inklusi
seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip fundamental yang mendasari semua
kebijakan nasional
2)
Konsep kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan
nasional, emosi dan fisik, maupun pencapaian akademik lainnya
3)
Sistem
asesmen dan evaluasi nasional perlu direvisi agar sesuai dengan prinsip-prinsip
non-diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas sebagaimana telah disebutkan
di atas
4)
Orang
dewasa seyogyanya menghargai dan menghormati semua anak, tanpa memandang
perbedaan karakteristik maupun keadaan individu, serta seharusnya pula
memperhatikan pandangan mereka
5)
Semua
kementerian seyogyanya berkoordinasi untuk mengembangkan strategi bersama
menuju inklusi
6)
Demi
menjamin pendidikan untuk Semua melalui kerangka sekolah yang ramah terhadap
anak (SRA), maka masalah non-diskriminasi dan inklusi harus diatasi dari semua
dimensi SRA, dengan upaya bersama yang terkoordinasi antara lembaga-lembaga
pemerintah dan non-pemerintah, donor, masyarakat, berbagai kelompok local,
orang tua, anak maupun sektor swasta
7)
pemerintah
dan organisasi internasional serta organisasi non-pemerintah, seyogyanya
berkolaborasi dan berkoordinasi dalam setiap upaya untuk mencapai
keberlangsungan pengembangan masyarakat inklusif dan lingkungan yang ramah
terhadap pembelajaran bagi semua anak
8)
Pemerintah seyogyanya
mempertimbangkan implikasi sosial maupun ekonomi bila tidak mendidik semua
anak, dan oleh karena itu dalam Manajemen Sistem Informasi Sekolah harus mencakup
semua anak usia sekolah
9)
Program pendidikan pra-jabatan maupun pendidikan dalam
jabatan guru seyogyanya direvisi guna mendukung pengembangan praktek inklusi
sejak pada tingkat usia pra-sekolah hingga usia-usia di atasnya dengan
menekankan pada pemahaman secara holistik tentang perkembangan dan belajar anak
termasuk pada intervensi dini
10)
Pemerintah (pusat, propinsi, dan local) dan sekolah
seyogyanya membangun dan memelihara dialog dengan masyarakat, termasuk orang
tua, tentang nilai-nilai sistem pendidikan yang non-diskriminatif dan inklusif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depdiknas, 2009. Modul
Training of Trainers Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kemendiknas. Jakarta:
2009
2. http://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-inklusif/
pada tanggal 29 September 2012 pukul 08.50 WIB.
Komentar
Posting Komentar