KOMPONEN PENDUKUNG SISTEM


TUGAS INDIVIDU

KOMPONEN PENDUDKUNG SISTEM INKLUSI


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Inklusi

Dosen :
Dewi Ekasari K, M.Pd

 










Penyusun:
KAHARIAH (1610127720036)                   


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018





KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Komponen Pendukung Sistem Inklusi” dengan baik. Shalawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita semua selaku umat-Nya.
Dalam sistem pendidikan inklusif yang memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam sehingga mendorong sikap yang penuh toleransi dan saling menghargai. Dari batasan tersebut,  maka  secara umum  dapat dijelaskan,  bahwa pendidikan inklusif  adalah  suatu  sistem  layanan  pendidikan untuk  anak-anak berkebutuhan  khusus di kelas  normal bersama-sama  dengan teman sebayanya. Penyelenggaraan  pendidikan  inklusif menuntut fihak sekolah menyesuaikan sistem ataupun  program yang mencakup  kurikulum,  sistem pembelajaran dan  evaluasi,  tenaga  pendidik, dan sarana prasarana berdasarkan  kebutuhan masisng-masing  peserta didik
Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifat konstruktiv dalam perbaikan dikemudian hari.

Kotabaru, 04 Oktober 2018














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I
A. Latar belakang……………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian pendidikan inklusi  ……………………………………………
B.    Komponen pendukung sistem inklusi……………………………………...
     
       DAFTAR PUSTAKA                  
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk nomor empat di  dunia  nuansa  warna  budaya  yang  unik  dan  khas  telah  menjadikannya  sebagai negeri  pelangi  yang  plural.  Sebagai  bangsa  yang  besar  dan  nuansa  budaya  yang unik,  pendidikan  memegang  peran  kunci  dalam  pembangunan  bangsa,  khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan yang berkeadilan untuk setiap warganya. 
Perjalanan  pendidikan  di  Indonesia  telah  mengalami  berbagai  perubahan penting, ini tercermin dari kurikulum-kurikulum yang pernah digunakan, mulai dari kurikulum subyek akademis yang digagas oleh para akhli pendidikan klasik hingga kurikulum berbasiskan kompetensi yang digagas oleh para akhli pendidikan pribadi dan  pendidikan  teknologi.  Pergeseran  paradigma  pendidikan  dari  yang  beraliran klasik kepada yang beraliran pribadi dan aliran pendidikan teknologi  diwarnai oleh pandangan  dan  kesadaran  warganya,  utamanya  kaum  terdidik  dalam  memandang dirinya.  Para  akhli  yang  beraliran  pendidikan  klasik  berasumsi  bahwa  seluruh pengetahuan,  ide, nilai-nilai telah ditemukan oleh  akhli-akhli terdahulu, sedangkan  pemikiran    pendidikan    pribadi  bertolak  dari  pemikiran  bahwa  manusia  sejak dilahirkan telah dikaruniai dengan potensi-potensi, dan aliran pendidikan teknologi menekankan  kepada  pembentukan  dan  penguasaan  kompetensi    Pergeseran paradigma  pendidikan  tersebut  yaitu  dari  yang  beraliran  pendidikan  klasik  dengan kurikulum  subyek  akademik  kepada  yang  beraliran  pendidikan  pribadi  dengan kurikulum  humanis, pendidikan teknologi dengan kurikulum teknologis serta yang beraliran  pendidikan  interaksional  dengan  kurikulum  rekonstruksi  sosial berimplikasi terhadap pengelolaan proses pendidikan, salah satunya terhadap model mengajar  yang  dilakukan  guru  dalam  proses  pembelajaran,  mulai  dari  model mengajar  yang  berpusat  pada  guru,  yaitu  dari  pengajaran  yang  didominasi  guru (teacher  centre)  yang  dianggap  sebagai  pembelajaran  konvensional  kepada pembelajaran  yang  didominasi  siswa  (child  centre)  dengan  menekankan  kepada pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan.
Anak  Berkebutuhan  Khusus  (ABK)  biasanya  bersekolah  di  Sekolah  Luar Biasa  (SLB)  sesuai  dengan  kekhususannya  masing–masing.  Namun  demikian ternyata  di  Banda  Aceh  masih  banyak  ABK  yang  belum  mendapatkan  hak  dasar pendidikan  khususnya  bagi  ABK  yang  tinggal  berjauhan  dari  SLB,  selain  itu sebagian besar orang tua termasuk dalam golongan ekonomi lemah.
Dalam  rangka  menanggulangi  hal  tersebut,  maka  perlu  dilakukan  suatu terobosan  berupa  pemberian  kesempatan  dan  peluang  kepada  anak-anak berkelainan  untuk  memperoleh  pendidikan  di  sekolah  umum.  Pola  pendidikan seperti  ini  disebut  pendidikan  inklusi.  Hal  ini  sesuai  dengan  Permen  Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 1 yang berbunyi: 
Sistem  penyelenggaraan  pendidikan  yang  memberikan  kesempatan  kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau  bakat  istimewa  untuk  mengikuti  pendidikan  atau  pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama–sama dengan peserta didik pada umumnya.
Meskipun  sudah  banyak  Sekolah  Dasar  yang  ditunjuk  sebagai  sekolah inklusi,  tetapi  dalam  implementasinya  masih  banyak  yang  tidak  sesuai  dengan konsep-konsep  yang mendasar,  bahkan  tidak  jarang  ditemukan  adanya  kesalahan- kesalahan  praktek  terutama  terkait  dengan  aspek  pemahaman,  kebijakan  internal sekolah,  kurikulum,  serta  tenaga  kependidikan  dan  pembelajarannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusannya masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif?
2.      Komponen apa saja yang mendukung sistem dalam pendidikan inklusif?

C.    TUJUAN MASALAH
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusif.
2.      Untuk mengetahui komponen pendudukng sistem dalam pendidikan inklusif.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF
lnklusi  merupakan suatu model  pendidikan yang  mulai memperoleh perhatian dari berbagai  negara,  dalam  upaya  pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak  berkebutuhan khusus.  Sapon-shevin dalam O'Neil  (199411995), mendefinisikan  pendidikan inklusif  sebagai  suatu  sistem layanan pendidikan khusus yang  mensyaratkan  agar semua  anak berkebutuhan  khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman  seusianya.  Sedangkan  sekolah  inklusi menurut stainback,  (1980)  adalah  sekolah yang  menampung  semua murid di kelas yang  sama. Sekolah  ini menyediakan  program  pendidikan  yang disesuaikan dengan  kemampuan  dan  kebutuhan  setiap anak, serta  dukungan  yang dapat diberikan  guru  untuk mencapai keberhasilan.
Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel. Inklusif dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi peserta lembaga pendidikan baik itu dari sekolah dasar sampai tingkat universitas yang memiliki hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari setiap siswa dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh. Pendidikan inklusif dapat berarti penerimaan siswa atau mahasiswa yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah atau universitas.
Pendidikan inklusif bertujuan untuk menyatukan atau menggabungkan pendidikan reguler dengan pendidikan khusus ke dalam satu sistem lembaga pendidikan yang dipersatukan untuk mempersatukan kebutuhan semua. Pendidikan inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk menyatukan hak semua orang tanpa terkecuali dalam memperoleh pendidikan.
Difabel hanyalah suatu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Di dalam individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam setiap individu-individu pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk yang diciptakan sempurna. Hal ini diwujukan dalam sistem pendidikan inklusif yang memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam sehingga mendorong sikap yang penuh toleransi dan saling menghargai.
Dari batasan tersebut,  maka  secara umum  dapat dijelaskan,  bahwa pendidikan inklusif  adalah  suatu  sistem  layanan  pendidikan untuk  anak-anakberkebutuhan  khusus di kelas  normal bersama-sama  dengan teman sebayanya. Penyelenggaraan  pendidikan  inklusif menuntut fihak sekolah menyesuaikan sistem ataupun  program yang mencakup  kurikulum,  sistem pembelajaran dan  evaluasi,  tenaga  pendidik, dan sarana prasarana berdasarkan  kebutuhan masisng-masing  peserta didik
1.      Visi dan Misi Pendidikan  lnklusif
a.      Visi pendidikan  inklusif
Sesuai  dengan  komitmen Dakar (2000)  visi pendidikan inklusif  adalah aktualisasi  pendidikan untuk semua  (education for alt), yang baik  dan bermutu
b.      Misi Pendidikan lnklusif,  antara  lain:
·         Menyelenggarakan  pendidikan  yang bermutu dan demokratis bagi semua anak, terutama anak-anak berkebutuhan  khusus;
·         Menciptakan  sistem layanan  pendidikan  yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing  individu peserta didik;
·         Menyelenggarakan  sekolah-sekolah  penyelenggara pendidikan inklusif di setiap daerah;
·         Melibatkan berbagai  kompenen  pemerintah, masyarakat dan orangtua dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif;
·         Meningkatkan  kompetensi  guru,  dan sarana-prasarana  yang diperlukan secara  langsung  daram  penyelenggaraan pendidikan inklusif.

B.     KOMPONEN PENDUKUNG SISTEM PENDIDIKAN INKLUSIF
1.      KURIKULUM
Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum Sumber Daya Manusia dapat diarahkan untuk mencapai kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum harus terus dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun kurikulum yang diterapkan pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif tetap menggunakan kurikulum nasional untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, misalnya Kurikulum Taman Kanak-Kanak, sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan seterusnya. Hanya saja GBPP diperlukan format yang lebih sederhana.
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional (UUSPN) pada Pasal 1 butir 19 disebutkan: Bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara umum menurut Budiyanto dalam bukunya Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, kerangka pendidikan inklusif rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum agar dapat dipergunakan bagi semua peserta didik, khususnya bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan pernyataan Salamanca adalah sebagai berikut:
a.       Kurikulum seyogyanya disesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan sebaliknya. Oleh karena itu sekolah seyogyanya memberikan kesempatan kurikuler yang disesuaikan dengan anak yang memiliki bermacam-macam kemampuan dan minat.
b.      Anak penyandang berkebutuhan khusus seyogyanya memperoleh dukungan pembelajaran tambahan dalam konteks kurikulum regular, bukan kurikulum yang berbeda. Prinsip yang dijadikan pedoman seyogyanya dapat memberikan bantuan dan dukungan tambahan bagi anak yang memerlukannya.
c.       Perolehan pengetahuan bukan sekedar masalah pembelajaran formal dan teoritis. Pendidikan seyogyanya berisi hal-hal yang menimbulkan kesanggupan untuk mencapai standar yang lebih tinggi dan memenuhi kebutuhan individu demi memungkinkannya berpartisipasi secara penuh dalam pembangunan. Pengajaran seyogyanya dihubungkan dengan hal-hal yang praktis agar mereka lebih termotivasi.
2.      GURU
Guru atau pendidik dalam pengertian yang sederhana adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Dalam pengertian lain, guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan mengaharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Dalam dunia pendidikan guru memiliki peran yakni anatara lain:
1)      Guru sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa.
2)      Guru sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
3)      Guru sebagai  Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
4)      Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhaasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator.  Pertama,  untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua,  untuk menentukan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua,  untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.
  Secara umum pada kelas inklusif di sekolah dasar terdiri dari guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing khusus (GPK).


a)      Guru kelas
Guru kelas adalah pendidik atau pengajar pada suatu kelas tertentu di sekolah dasar yang sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, bertanggung jawab pada pengelolaan pembelajaran dan administrasi kelasnya. Kelas yang dipegang tidak menetap. Tiap tahun dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi sekolah.
b)      Guru mata pelajaran
Guru mata pelajaran yaitu guru yang mengajar pada mata pelajaran tertentu sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan. Di sekolah biasanya guru mata pelajaran pendidikan agama Islam serta jasmani dan kesehatan dipegang oleh guru mata pelajaran, selain itu dipegang oleh guru kelas.
c)      Guru pembimbing khusus
Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan khusus terkait dengan pendidikan luar biasa.
3.      ANAK DIDIK
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik bukan binatang akan tetapi manusia yang punya akal. Anak didik menempati kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam interaksi pendidikan. Guru tidak berarti bila tanpa kehadiran anak didik sebagai subjek pembinaan.
Dalam perspektif pedagogis, anak didik adalah sejenis mahluk yang menghajatkan pendidikan, dalam artian anak didik disebut sejenis “homo educandum”. Pendidikan merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada anak didik. Anak didik sebagai manusia yang perlu dibina dan di bimbing oleh guru. Potensi anak didik yang bersifat laten perlu diaktualisasikan agar anak didik tidak dikatakan lagi sebagai “animal educable”, sejenis binatang yang memungkinkan untuk dididik, tetapi anak didik harus dianggap sebagai manusia secara mutlak.
Sebagai makhluk manusia, anak didik memiliki karakteristik. Menurut Sutari Imam Barnadib, Suwarno, dan Siti Mechati, anak didik memiliki karakteristik tertentu, yakni:
a.       Belum memiliki pribadi yang dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik (guru);
b.      Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik;
c.       Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial, inteligensi,  emosi, kemampuan bicara, anggota tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang sosial, latar belakang biologis (warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya), serta perbedaan individual.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan khusus membuatnya mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Pemberian predikat “berkebutuhan khusus” tentu saja tanpa selalu menunjukkan pada pengertian lemah mental atau tidak identik juga dengan ketidakmampuan emosi atau kelainan fisik. Anak yang termasuk ABK, antara lain tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, serta anak dengan gangguan kesehatan.
4.      SARANA DAN PRASARANA 
Sarana  dan prasarana  pendidikan  dalam  pembelajaran  memiliki  fungsi  sebagai  alat  bantu untuk  menjelaskan  pesan  yang  disampaikan  guru.  Sarana  dan  prasarana pendidikan  juga  berfungsi  sebagai  alat  pembelajaran  individual  di  mana kedudukan  sarana  dan  prasarana  pendidikan  sepenuhnya  melayani  kebutuhan belajar siswa. 
5.      RAMAH TERHADAP PEMBELAJARAN
Sekolah  yang ramah terhadap anak  merupakan sekolah dimana semua anak memiliki hak untuk belajar mengembangkan semua potensi yang dimilikinya secara optimal  di  dalam  lingkungan  yang  nyaman  dan  terbuka.  Menjadi  “ramah”  apabila keterlibatan  dan  partisipasi  semua  pihak  dalam  pembelajaran  tercipta  secara  alami dengan baik.
Sekolah  bukan  hanya tempat anak  belajar, tetapi  guru pun  juga  ikut belajar dari keberagaman anak didiknya.
6.      ESENSI PROGRAM PEMBELAJARAN YANG DIINDIVIDUALISASIKAN (PPI) 
Program  pembelajaran  yang  diindividualisasikan  (PPI)  diadopsi  dari  istilah  Individualized  Educational  Program    (IEP),  dalam  tulisan  ini  IEP  akan diterjemahkan  kedalam  bahasa  Indonesia  menjadi  Program  Pembelajaran Individual (PPI). Digunakan istilah ini didasarkan kepada kenyataan dimana secara operasional  inti  persoalan  dalam  IEP  pada  dasarnya  lebih  menyangkut  kepada kepentingan proses pembelajaran di dalam kelas. Selanjutnya dalam tulisan ini akan digunakan  istilah  Program  Pembelajaran  Individual  (PPI),  dan  bukan  program pendidikan  yang diindividualisasikan (IEP) sebagai alih  bahasa dari Individualized Educational Program.
Anak  berkebuhan  khusus,  permasalahan  dan  hambatan  belajarnya  sangat kompleks  serta  perbedaan  satu  sama  lainnya  sangat  tajam,  ini  membawa konsekuensi  kepada  kompetensi  guru  didalam  menyusun  rencana  pembelajaran yang  dapat  mengakomodasi  kebutuhan  mereka.  Kegagalan-kegagalan  dalam mengakomodasi  kebutuhan  anak  dapat  berakibat  buruk  terhadap  proses pembelajaran  lebih  lanjut.  Oleh  karena  itu  didalam  pendidikan  anak  berkebutuhan khusus, keberadaan PPI sangat penting, karena PPI merupakan cara yang senantiasa berupaya  mengakomodasi  kebutuhan  dan  masalah-masalah  yang  dihadapi  anak berkebutuhan khusus.
7.      PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) DAN SARPRAS.
Sekolah ramah (welcoming school) dan guru ramah (welcoming teacher) sebagai syarat  utama  layanan  pembelajaran  pendidikan  inklusif  melalui  program pengajaran  yang  diindividualisasikan,  pelayanan  pembelajaran  akan  berjalan semakin  mulus  apabila  didukung  oleh  pusat  sumber  yang  dapat  membantu memberikan  bantuan  teknis  kepada  sekolah  yang  didalamnya  ada  anak berkebutuhan khusus.
Tugas dan fungsi pusat sumber adalah menyediakan guru pendidikan kebutuhan khusus yang professional yang disebut sebagai guru kunjung (iteneran teacher). Tugas  guru  kunjung  membantu  guru  sekolah  reguler  dalam  membantu melakukan  asesmen  dan  merancang  pembelajaran  serta  memberikan  layanan pendidikan  kepada  anak  berkebutuhan  khusus,  disamping  itu,  pusat  sumber mempunyai  tugas  disamping  menyediakan  guru  kunjung,  juga  menyediakan alat/media  belajar  yang  diperlukan  anak  berkebutuhan  khusus,  seperti penyediaaan  buku  teks  braille  bagi  tunanetra,  memberikan  pelatihan  dan pendampingan  tertentu  bagi  guru  sekolah  reguler,  orangtua  maupun  anak berkebutuhan  khusus.  Pusat  sumber  merupakan  tempat  berkumpulnya  para professional.
8.      PERLUASAN PERAN DAN TUGAS SLB
Dalam perspektif layanan pendidikan inklusif melalui model pembelajaran yang diindividualisasikan,  peran  dan  tugas  SLB  adalah  sebagai  pusat  sumber  bagi sekolah-sekolah  yang  mengembangkan  pendidikan  inklusif.  Untuk  itu,  dalam pelaksanaannya,  pemerintah  propinsi  atau  kabupaten  kota  harus  dapat mengkoordinasikan  antara  sekolah  reguler  yang  mengembangkan  pendidikan inklusif  dengan  SLB.  Misalnya,  pembuatan  SK  guru  SLB  untuk  melakukan sebagian  waktu  tugasnya  di  sekolah  reguler  yang  mengembangkan  pendidikan inklusif  atau  menugaskan  untuk  menjadi  iteneran  teacher.  Perluasan  peran  dan tugas  SLB  dibangun  melalui  kemitraan  dengan  sekolah-sekolah  yang mengembangkan pendidikan inklusif. Dengan demikian, tugas SLB tidak hanya melayani  pendidikan  anak-anak  berkebutuhan  khusus  di  sekolahnya  (SLB), tetapi  juga  melayani    pendidikan  di  sekolah-sekolah  reguler  yang mengembangkan pendidikan inklusif.       
9.      KEMITRAAN  DENGAN  LEMBAGA  BERKAIT  (DINAS  KESEHATAN,  DEPSOS/DINSOS, DEPAG, PERINDUSTRIAN, HUKUM DAN HAM)
Penyelenggaraan  pendidikan  inklusif  akan  semakin  mulus  dalam pelaksanaannya  apabila  sekolah  mengembangkan  kemitraan  dengan  lembaga- lembaga  berkait  atau  departemen-departemen  terkait,  misalnya  dengan departemen  kesehatan  dalam  pemeriksaan  kesehatan  fisik,  depertemen  sosial dalam  bantuan  asesibililitas,  departemen  perindustrian  dalam  mengembangkan kecakapan  vokasional,  departemen  hukum  dan  HAM  dalam  perlindungan hukum.     
10.  DUKUNGAN ORANGTUA
Dukungan  orangtua  dan  kerjasama  dengan  sekolah  sangat  diperlukan  dalam melayani  kebutuhan  belajar  anak  di  sekolah  dalam  upaya  optimalisasi  potensi anak,  kerjasama  yang  erat  antara  orangtua  dan  guru  dapat  menghasilkan  solusi terbaik  dalam  melayani  kebutuhan  belajar  anak  di  sekolah  (Kremer,  1991). Keterlibatan orangtua secara aktif   terhadap pendidikan anak di sekolah, sangat penting  dalam  kaitannya  dengan  negosiasi  dalam  mencari  solusi  berkenaan dengan pendidikan anak, baik di sekolah maupun di rumah.
Keterlibatan  orangtua  dalam  pendidikan,  biasanya  terbatas  pada  urusan pembiayaan  operasional  sekolah,  kurang  menyentuh  pengembangan  kebutuhan pembelajaran  anak.  Oleh  karena  itu,  keterlibatan  atau  dukungan  orangtua  perlu dikembangkan  terhadap  persoalan  pendidikan  yang  lebih  luas,  apabila  akses orangtua  ke  sekolah  lebih  terbuka,  permasalahan-permasalahan  dan  kebutuhan- kebutuhan yang dihadapi anak segera dapat ditanggulangi.     

11.  KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT, PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA.
Kebijakan-kebijakan  pemerintah  baik  pusat,  propinsi  maupun  kabupaten/kota sangat  diperlukan  sebagai  payung  hukum  dalam  mengembangkan  layanan pendidikan  model  pendidikan  inklusif.  Misalnya,  pemerintah  membuat  regulasi yang  mengatur  sistem  penerimaan  siswa  baru  (PSB)  bagi  anak  berkebutuhan khusus  melalui  satu  pintu  masuk,  yaitu  melalui  sekolah  reguler  yang  terdekat dengan  lingkungan  anak.  Pemerintah  membuat  kebijakan  untuk  mendekatkan anak dengan sekolah.
Kebijakan-kebijakan  pemerintah,  baik  pemerintah  pusat,  propinsi  maupun kabupaten  kota  sebagai  payung  kekuatan  yang  dapat  dijadikan  lanndasan bergerak  bagi  sekolah,  guru  dan  staff  dalam    memperlancar  dan  memuluskan pengembangan  pembelajaran  model  pendidikan  inklusif  melalui  program pembelajaran yang diindividualisasikan.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel. Inklusif dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi peserta lembaga pendidikan baik itu dari sekolah dasar sampai tingkat universitas yang memiliki hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari setiap siswa dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh. Pendidikan inklusif dapat berarti penerimaan siswa atau mahasiswa yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah atau universitas.
Di bawah ini beberapa komponen pendukung sistem pendidikan inklusif, adalah sebagai berikut :
1.      Kurikulum
2.      Guru
3.      Anak didik
4.      Sarana dan prasarana 
5.      Ramah terhadap pembelajaran
6.      Esensi program pembelajaran yang diindividualisasikan (ppi) 
7.      Pusat sumber (resource center) dan sarpras.
8.      Perluasan peran dan tugas slb
9.      Kemitraan  dengan  lembaga  berkait  (dinas  kesehatan,  depsos/dinsos, depag, perindustrian, hukum dan ham)
10.  Dukungan orangtua
11.  Kebisaran-saran
B.     SARAN-SARAN
Semoga setelah membaca makalah ini pembaca mampu memperhatikan perkembangan pendidikan dan hal-hal yang  mendasari tentang komponen pendukung sistem pendidikan inklusif, khususnya landasan hukum yang di jadikan sebagai pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik formal maupun non formal, dalam rangka mencerdaskan generasi bangsa ini. Semoga bermanfaat. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z., Memahami Pendidikan Inklusif dan Anak Berkebutuhan Khusus, Makalah diterbitkan, Bandung: Jurusan PLB FIP UPI, 2005. 
Smith, J. D, Inklusi: Sekolah Ramah Untuk Semua, Bandung: Nuasa, 2009. Soejipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Undang-Undang  Nomor  20,  Tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional,  www.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBSERVASI ANAK ADHD

PERAN MASYARAKAT SEKOLAH DALAM MERANGSANG KREATIFITAS DAN BAKAT ANAK

TERAPI ABA PADA ANAK AUTIS